Sebuah renungan untukku, kau, dan kita semua

Senin, 18 Januari 2010




Hidup adalah sebuah arena panjang pembelajaran serta ujian. Dalam kehidupan kita akan disuguhkan dengan berbagai kejadian dan persoalan yang mengharuskan kita untuk belajar, memilih, dan memutuskan. Tentunya untuk melewatinya kita memerlukan sesuatu yang disebut “ilmu”. Layaknya semua pusat pembelajaran yang ada, pusat pembelajaran raksasa yang bernama “Dunia dan Kehidupan” ini juga memiliki visi & misi. Visi & misi ini tentuya ditujukan untuk menjadi patokan, atau standar kelulusan bagi para peserta didik yang berada di dalam pusat pembelajaran ini.




Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS. 51:56)


Firman Allah diatas dengan jelas menunjukkan tujuan keberadaan jin dan manusia di dalam pusat pembelajaran raksasa ini, yaitu untuk menyembah Allah. Dengan kata lain, untuk bisa lulus dari pusat pembelajaran ini patokannya sangatlah jelas. Kita harus berusaha sebaik-baiknya dalam menyembah dan mematuhi Allah untuk bisa lulus dengan predikat yang memuaskan.


Dunia telah meluluskan begitu banyak angkatan, banyak yang lulus, banyak pula yang gagal. Namun diantara semua angkatan yang pernah ada, ada satu angkatan yang sangat luar biasa dan fenomenal, sehingga dikatakan sebagai angkatan terbaik yang pernah ada. Mereka adalah generasi Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Bahkan Allah sendiri sampai memuji mereka dalam kitab pedoman kehidupan (Al-Qur’an). Firman Allah:


Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS. 3:110)


Luar biasa bukan, bagaimana Allah memuji mereka. Tentunya hal ini dengan sangat jelas menunjukkan kualitas mereka yang sangat teruji. Dan, sebagaimana halnya lembaga pendidikan dimanapun, ketika seseorang atau suatu angkatan dikatakan sebagai yang terbaik yang pernah ada, tentunya mereka telah berhasil memenuhi kriteria-kriteria yang ditentukan sehingga mereka bisa lulus dengan predikat terbaik.


Disinilah perlunya kita, sebagai salah satu diantara sekian banyak peserta didik di pusat pembelajaran ini untuk mencontoh teladan terbaik yang telah disebutkan Allah, yaitu generasi Rasulullah dan para sahabat-sahabatnya. Sehingga diharapkan, jika kelak tiba saatnya bagi kita untuk meninggalkan pusat pembelajaran ini, kita dapat keluar sebagai lulusan yang walaupun bukan terbaik, namun setidak-tidaknya baik dan memenuhi kriteria untuk lulus dari pusat pembelajaran ini.


Namun sayangnya, seringkali kita lupa bahwa kita hidup dan berinteraksi dalam sebuah pusat pembelajaran. Sehingga, seringkali kita terlena dengan hal-hal yang sebetulnya tidak urgen, namun cukup menggoda. Layaknya seorang pelajar SMA yang lupa pada tugas utamanya untuk belajar di sekolah karena ia terlalu asyik bermain di rental PS di sebelah sekolahnya. Seperti itulah kita sering menempatkan diri kita dalam kehidupan ini.


Standar yang kita pakai dalam menilai kehidupan ini seringkali rancu dan tidak sesuai dengan “pedoman pembelajaran” yang telah ditetapkan oleh Allah. Bahkan alasan-alasan yang digunakan sebagai pembenaran terhadap standar yang rancu itu pun, lagi-lagi tidak jauh berbeda dengan alasan para pelajar SMA ketika mereka mengatakan bahwa “masa SMA adalah masa senang-senang, masa muda yang harus kita nikmati sepuas-puasnya. Mumpung kita masih muda”. Begitu pula alasan yang seringkali kita pakai dalam kehidupan, “hidup ini hanya sekali, untuk apa dibikin susah. Mari kita nikmati sepuas-puasnya”


Semboyan-semboyan seperti diatas inilah yang sering melenakan kita dalam tugas kita sebagai peserta didik kehidupan. Sehingga menimbulkan orientasi yang tidak jelas dalam pencapaian tujuan kita di dunia. Tujuan kita tidak lagi sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan, melainkan sekedar tujuan-tujuan “musiman” yang kebetulan sedang trend di pusat pembelajaran ini.


Seperti bagaimana maraknya kita lihat teman-teman kita sesama peserta didik seringkali justru menjadikan kekayaan, kecantikan, jabatan, dan hal-hal lain yang sebenarnya hanyalah suatu event “musiman” sebagai tujuan keberadaan mereka di dunia. Ini menyebabkan mereka lupa bahwa tujuan utama keberadaan mereka di pusat pembelajaran ini adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Akibatnya, banyak kita temukan peserta didik yang stress akibat salah kaprah terhadap tujan keberadaaanya di lembaga pendidikan ini. Mereka terombang-ambing dan kehilangan tujuan ketika event musiman yang mereka jadikan tujuan akhir sudah berakhir musimnya.


Penyebab kenapa sampai terjadi hal ini adalah karena pemilihan teladan yang salah oleh para peserta didik di dunia ini. Karena, sebagaimana ada lulusan atau generasi terbaik. Banyak juga generasi-generasi yang buruk atau bahkan bisa dibilang yang terburuk yang pernah berada di pusat pembelajaran ini. Mereka adalah generasi-generasi gagal yang tidak mampu memenuhi tujuan utama keberadaan mereka di dunia. Bahkan mereka lebih terlena untuk menjadikan event-event musiman di dunia ini sebagai tujuan utama mereka.



Namun ironisnya, sebagaimana “the bad boy” cukup disegani dan diikuti oleh para pelajar SMA, begitu pula para generasi terburuk ini sangat disegani dan seringkali dielu-elukan, bahkan diikuti oleh peserta didik pusat pembelajaran yang bernama kehidupan ini. Mereka terlena oleh image “sementara” yang menggambarkan para “the bad boy” sebagai sosok-sosok yang keren dan sukses dalam kehidupannya. Walaupun kebenaran yang sesungguhnya adalah jauh dari semua image tersebut, namun lagi-lagi sebagaimana semboyan strategi pemasaran dan periklanan, bahwa “image sangat menentukan”.


Firaun dan Qarun adalah dua diantara sekian banyak “bad boy” dalam kehidupan dunia ini. Mereka adalah dua orang yang dilaknat dan dikenakan azab langsung oleh Allah karena “kenakalannya”. Namun, sayangnya seringkali kita lebih terlena pada pencapaian-pencapaian “sementara” mereka di dunia dibandingkan dengan kenyataan bahwa mereka telah gagal menempuh pendidikan di pusat pembelajaran ini, sampai-sampai harus dikeluarkan oleh Allah dengan cara yang paling tidak menyenangkan.


Inilah yang harus kita sadari, kita lebih sering terlena dengan image dan hayalan-hayalan di benak kita dibandingkan kenyataan yang seharusnya kita hadapi. Kita lebih sering terlena dengan indahnya dan eksotisnya sebuah piramida, dibandingkan kenyataan bahwa ia dibangun diatas darah dan nyawa para budak belian.


Ya... kita lebih sering terlena dengan hayalan dan imajinasi kita dibandingkan dengan kenyataan yang jelas-jelas terpampang di hadapan kita. Inilah yang menyebabkan kita lebih menyukai ide-ide tentang pembangunan dibandingkan ketauhidan, membuat kita lebih memimpikan kesejahteraan dan kekayaan dibandingkan dengan keimanan. Padahal seandainya kita mau bercermin pada kenyataan, pembangunan, kesejahteraan, kekayaan, kecantikan, harta, pangkat, jabatan, semua itu tidak akan mampu menjamin kelulusan kita dari pusat pembelajaran dan ujian yang bernama kehidupan ini.


Bukankah Firaun layak mendapat gelar bapak pembangunan dunia, karena kesuksesannya dalam pembangunan kerajaannya, bukankah piramida menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia. Sebuah bangunan yang begitu megah dan begitu kokoh hingga masih tetap berdiri tegak meskipun sudah berumur ribuan tahun. Namun itu juga tak membuatnya mampu lulus dengan predikat yang baik dari kehidupan ini. Ia justru menjadi salah seorang yang mendapat predikat terburuk akibat kecongkakan yang ia pupuk diatas pembangunan yang ia elu-elukan.


Begitu juga dengan Qarun, bukankah ia merupakan salah seorang yang paling sukses masalah kekayaan. Sampai-sampai kunci gudang kekayaannya pun tak mampu diangkat oleh sepuluh orang yang paling kuat di masanya. Namun itu juga tak membuatnya lulus dengan predikat baik, justru malah menjerumuskannya ke dalam keburukan. Sehingga ia diazab Allah dengan ditenggelamkan ke dalam bumi.


Lalu bagaimanakah agar kita bisa lulus dengan predikat yang baik dari pusat pembelajaran ini, ketika semua hal yang seringkali kita elu-elukan atau kita banggakan tak mampu menjamin kelulusan kita. Jawabannya sangatlah mudah, bukankah telah jelas bagi kita contoh-contoh generasi terbaik, lulusan-lulusan terbaik. Bukankah telah jelas pula contoh-contoh generasi terburuk, yang alih-alih lulus justru malah mendapat azab dari Allah SWT. Kini tinggal kita yang menentukan, kita mau menjadi yang seperti apa... karena dunia ini hanyalah sebuah pusat pembelajaran, bagaimana kita mau berlaku di dalamnya adalah keputusan kita pribadi. Namun seandainya lulus dengan predikat terbaik yang menjadi pilihan, maka sesungguhnya Iman dan Ketaatan adalah sebuah keniscayaan. (wallau a'lam)




Sebuah renungan untukku, kau, dan kita semua



sources :http://blogs.muxlim.com

0 komentar:

Posting Komentar